Mazmur 23: 1-3a, Sebuah Catatan Kekayaan Sekaligus Keindahannya

Ketika itu anak saya baru satu. Setiap malam saya menemani anak saya tidur. Kesempatan itu adalah kesempatan emas. Saya memperdengarkan dia ayat Firman Tuhan. Satu ayat diulang-ulang sampai beberapa malam. Akhirnya dia dapat menghafal satu ayat. Berikutnya saya ganti dengan ayat yang lain. Di lain kesempatan saya menggunakan satu pasal. Jadi ayat hafalannya bersambung dari satu frasa ke frasa berikutnya sampai membentuk satu pasal. Pasal apa itu? Mazmur 23. Jikalau anak usia belasan bulan dan bisa menghafalkan Mazmur 23 waw…itu terlihat dan terasa lucu sekali.

Saya tidak bertanya apakah Anda menghafal atau tidak Mazmur 23 itu. Tetapi, apakah Anda punya pengalaman dengan Mazmur 23?

Satu dua orang Kristen tidak punya banyak ayat hafalan, tetapi mereka tahu dan menghafal Mazmur 23. Sehingga ketika ada sesuatu yang mendesak dan darurat yang dia bisa ucapkan adalah Mazmur 23 sebagai landasan imannya sekaligus sebagai penghiburan yang ampuh.

Saya hendak mencatat kembali apa yang pernah saya dengar atau bahkan saya kotbahkan dari Mazmur 23.

Mazmur 23 ini diapit oleh Mazmur 22 dan Mazmur 24. Anda tahu bagaimana dan apa Mazmur 22 dan Mazmur 24?

Mazmur 22 dijuluki sebagai mazmur salib.
“Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan aku?” (Mazmur 22:2). Frasa ini dikutip oleh Tuhan Yesus ketika Dia di atas kayu salib.

Apa yang dicatat dalam ayat 8, ayat 9, dan ayat 19 dari Mazmur 22 ini digenapi pada peristiwa penyaliban Tuhan Yesus.

Dan bagaimana dengan Mazmur 24? Mazmur 24 dijuluki sebagai mazmur Raja Kemuliaan. Mazmur ini adalah sebuah Mazmur yang ditulis Daud yang mengungkapkan pengakuan imannya bahwa Tuhanlah yang empunya bumi serta segala isinya (ayat 1) adalah Raja Kemuliaan (ayat 7, 8,9,10). Ada pengulangan frasa yang bisa kita simpulkan bahwa itu adalah sebuah penegasan bahwa Tuhan semesta alam, Dialah Raja Kemuliaan.

Mazmur 23 diapit oleh mazmur salib dan mazmur Raja Kemuliaan. Seakan memberitahu kita bahwa salib bukanlah akhir segalanya bagi orang yang beriman. Belum titik. Masih ada lanjutannya, yaitu Mazmur 23. Bahkan Mazmur 23 ini pun akan mengalami klimaksnya pada Mazmur 24.

Dan jikalau Anda teliti membacanya, baik Mazmur 22, maupun Mazmur 23, dan Mazmur 24 ditulis oleh satu orang saja yaitu Daud. Jangan bertanya berapa banyak asam garam yang dikecap Daud. Saya yakin bahwa Daud bukan hanya mengecap asam garam saja. Dia juga mengecap susu dan madu di dalam perjalanan imannya.

Baiklah, berikut ini adalah pembahasan detil dari Mazmur 23, hanya sampai ayat 3a saja.

Ayat 1, TUHAN adalah gembalaku,
Kata Tuhan ditulis dengan huruf kapital semua. Itu menunjuk kepada Yahwe. Tuhan yang tidak berubah. Apanya yang tidak berubah? KuasaNya dan kasihNya juga janjiNya.

Satu dekade yang lalu di mana-mana ada WARTEL (konteks kota Malang). Dengan menyediakan sedikit ruangan disertai satu pesawat telpon maka WARTEL menjadi usaha yang menjanjikan. Apakah benar? Tidak. Itu sungguh tidak benar. Masa berganti masa. HP adalah pesawat yang banyak dimiliki orang sehingga boleh dikatakan semua WARTEL sekarang tutup. Bumi berputar dan dunia ini sungguh berubah amat cepat, bahkan perubahannya tidak dapat kita prediksi.

Tetapi syukurlah bahwa ada TUHAN yang tidak berubah kuasaNya dan kasihNya yang bisa dan yang patut kita andalkan di segala masa dan di setiap musim.

Saya pernah opname di rumah sakit sebanyak tiga kali. Ketiganya kasusnya sama yaitu operasi caesar. Tiga anak dilahirkan di rumah sakit yang berbeda. Dengan pertolongan tiga dokter yang berbeda. Dengan kondisi kantong yang berbeda. Tetapi saya bersyukur bahwa Tuhan yang sama selalu hadir di masa yang berbeda dan musim yang berbeda.

Tahun ini adalah tahun ke sepuluh saya bekerja di lembaga ini. Selama itu, ruang kerja saya berpindah sudah empat kali. Selain itu sudah empat kali berganti orang yang menjadi pimpinan saya. Lain orang lain gaya kepemimpinannya dan tentu lain juga kebijakannya. Tetapi saya bersyukur bahwa Tuhan yang sama selalu hadir di ruang yang berbeda. Kendati pimpinan kita berganti orang tetapi Tuhan yang sama selalu hadir di situasi dan kondidi yang berbeda.

Ada masa saya tinggal di desa. Di masa lain saya tinggal di kota. Ada masa saya harus berpindah kota. Ada masa saya punya banyak teman baik. Dan ada juga masa saya harus mencari teman. Ada masa saya sendiri dan sungguh-sungguh sendiri. Tetapi saya bersyukur bahwa Tuhan yang sama selalu hadir kendati saya punya banyak teman atau bahkan saya tidak punya teman.

Metafora TUHAN sebagai gembala juga digunakan di dalam Perjanjian Baru oleh Tuhan Yesus sendiri. Dia mengatakan, “Akulah Gembala yang baik. Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya.” (Yohanes 10:11). Kualitas baik itu menunjuk kepada sebuah pengorbanan bahkan pengorbanan nyawa.

Masih di frasa yang sama, TUHAN adalah gembalaku, ada penulisan ‘ku’. Ini menunjuk pada pengalaman pribadi Daud. Bukan apa kata orang. Juga bukan apa kata iklan. Bahkan bukan kata pejabat.

Frasa selanjutnya, takkan kekurangan aku, Ia membaringkan aku di padang yang berumput hijau,
Seekor domba tidak akan berhenti memakan rumput jikalau dia tidak benar-benar kenyang. Jikalau domba sungguh-sungguh kenyang maka barulah domba itu berbaring. Domba yang berbaring di rumput hijau menggambarkan memang kondisinya berlimpah, dia sungguh-sungguh terpuaskan. Tuhan Yesus menggunakan kalimat lain yang artinya senada. “Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan.” (Yohanes 10:10).

Betapa pun keadaan kita, sesungguhnya hidup di dalam Tuhan itu nikmat jika kita menjalani hidup ini dengan penuh syukur. Dan sebaliknya, hidup ini terasa berat jika kita jalani dengan penuh sungut-sungut. Memang tidak semua hari adalah hari baik. Tetapi setiap hari selalu ada perkara yang baik. Benar bukan?

Ada dogeng tentang pedagang topi. Anda pernah mendengarnya? Baiklah saya ceritakan dogeng itu. Ada seorang bapak yang pekerjaan sehari-harinya berdagang topi. Dia membawa banyak topi untuk maksud dijual. Walaupun pekerjaannya sebagai pedagang topi tetapi bapak itu berpenampilan rapi. Dia memakai sepatu, celana panjang, kemeja dan jas. Bahkan dia memakai dasi kupu. Dari penampilan yang seperti itu bisa disimpulkan bahwa dia bukan tipe orang yang sembarangan saja.

Dia punya cara sendiri untuk menjual topi-topi. Dia tidak mau membawa tas yang besar untuk diisi banyak topi. Dia punya cara yang unik. Dia menyusun topi-topi yang sama warnanya. Paling bawah 4 topi kotak-kotak selanjutnya 4 topi coklat ditambah 4 topi abu-abu dan yang paling atas 4 topi merah. Jumlah semua topi yang akan dijual ada 16 topi. Dan dia sendiri memakai topi. Jadi semuanya ada 17 topi. 17 topi itu jika ditumpuk menjadi panjang sekali. Di bawah topi adalah kepalanya.

Dengan cara yang unik itu dia berjalan berjualan topi sambil berteriak-teriak, “Topi ! Topi ! Hanya lima ribu saja. Topi ! Topi !” Tentu saja dia harus selalu berjalan tegak agar topi-topi sebanyak 17 topi yang di atas kepalanya itu tidak jatuh berantakan.

Berteriak-teriak dari satu jalan ke jalan lain. Waktu berlalu dengan tidak menggembirakan hatinya karena tidak satu pun orang yang membeli topinya. Jangan bertanya apakah dia haus. Jangan bertanya apakah dia lapar. Jangan pula bertanya bagaimana rasa lelahnya.

Dia tahu bahwa dia tidak bisa singgah membeli bakso. Dia juga sadar bahwa dia tidak bisa berhenti sejenak sekedar minum es degan yang ditawarkan di pinggir jalan. Karena kantongnya masih kosong.

Akal sehatnya mengantar langkah kakinya menuju pohon yang besar. Dengan perlahan dan hati-hati dia duduk di bawah pohon itu. Dengan tetap 17 topi ada di atas kepalanya dia duduk di bawah pohon itu. Dia sandarkan punggungnya pada dahan pohon besar itu. Dengan angin sepoi-sepoi dan tentu udaranya sejuk karena di bawah pohon banyak oksigennya maka dia tertidur dengan tenang. Kendati dengan posisi duduk bersandar namun karena terasa nyaman dan tenang maka tidurnya pulas dan lama.

Mentari tak segan bergeser ke barat walaupun tampak lambat tetapi pasti. Menit menit bertambah menjadi akumulasi jam. Sore datang menyambut. Lalu bapak itu membuka matanya tanda dia sudah terjaga dari tidurnya. Tanpa berpikir seakan refleks saja maka bapak itu merentangkan tangannya sambil menggoyangkan kepalanya. Selanjutnya hanya sekejap saja tersadarlah dia. Apa yang dia sadari? Dia merasa aneh karena tidak ada satu topi pun yang terjatuh dari arah atas kepalanya.

Selanjutnya dengan satu tangan dia meraba atas kepalanya. Tangannya memeriksa. Disimpulkan hanya ada satu topi saja. Otaknya segera aktif berpikir. Mungkin saja angin meniup topi-topinya. Lalu dia terbangun dari duduknya dan dia periksa dengan matanya di bagian belakang pohon itu. Tak ada satu topi pun. Dia periksa di sekelilingnya dan tak ada satu topi pun.

Bagaimana ini? 16 topi hilang. Belum satu topi pun laku malahan sekarang hilang. Gawat ini. Apa yang sudah terjadi? Rasa bersalah disertai seribu pertanyaan. Lalu dia mendengar suara. Dia berpikir bahwa itu suara monyet. Dia tengok ke atas. Dan kau tahu ada apa? Apa yang sedang terjadi? Di atas pohon itu ada banyak monyet. Satu monyet memakai satu topi. Dan semua topi itu adalah topi barang dagangannya.

Dia merasa lega karena setelah dia hitung jumlahnya ternyata ada 16. Tetapi bagaimana caranya supaya 16 topi itu bisa kembali padanya? Dia tidak punya pengalaman memanjat pohon maka dia memutuskan untuk tidak memanjat pohon. Resikonya terlalu besar. Terlebih dia tidak punya kesanggupan menanggung resiko sekecil apa pun jika dia memanjat pohon.

Salah satu cara adalah berkomunikasi dengan monyet-monyet itu. Dia berkata, “Kenapa kalian mengambil topiku? Topi itu akan kujual. Ayo kembalikan!” Apakah monyet-monyet itu mengerti?
Tak satu pun yang mengembalikan topinya.

Lalu dia bicara dengan kalimat serupa sambil menunjuk-nunjuk. Semua monyet menirunya. Semua monyet menunjuk-nunjuk.

Dia sambung dengan kalimat senada. Untuk ekspresinya dia ganti. Dia kepalkan kedua tangannya sambil ditekan-tekan suranya. Setiap kata dia tekan. “Kembalikan topiku!” Nadanya nada marah. Apakah topinya dikembalikan? Tidak. Semua monyet tak mengerti maksudnya. Tetapi semua monyet menirukan gayanya. Semua monyet mengepalkan kedua tangannya.

Wah…bagaimana ini? Marahnya tak reda, jengkelnya bertambah. Bapak itu menghentak-hentakkan kakinya di tanah. Pula dia berteriak, “Kembalikan topikuuuuuu !” Ternyata monyet itu semua memperhatikan bapak itu dengan saksama. Semua monyet menghentak-hentakkan kakinya di atas pohon.

Sambil berputus asa marahnya berlipat. Tanpa disengaja. Hanya sebagai ekspresi marah saja. “Uhhhhh….. dikasih tahu…. tidak tahu…..” sembari dia melempar topi yang ada di kepalanya. Kau tahu apa yang terjadi? Kau tahu?

Semua monyet dari atas pohon melempar topi. Semua topi berjatuhan dari atas pohon itu. Waw….giranglah bapak itu. Legalah rasanya. Padahal dia tadi sudah berputus asa.

Lupalah dia bahwa dia tadi kelaparan. Sirnalah rasa hausnya. Musnahlah rasa jengkelnya.

Walaupun hari itu tak ada satu topi pun yang laku tetapi langkah pulangnya menjadi ringan. Setidaknya topi yang sebentar hilang itu sekarang masih utuh. Masih ada perkara yang layak untuk disyukuri.

Memang tidak semua hari adalah hari baik. Tetapi setiap hari selalu ada perkara yang baik. Benar bukan?

Ada ungkapan lain yang membesarkan kita bahwa, “Walaupun aku tidak memiliki apa-apa, asal saja aku memiliki Engkau Tuhan, itu sudah segalanya bagiku.”

Ada seorang pemuda yang kesibukannya sebagai penginjil muda di Suku Tengger. Dia jatuh hati kepada seorang gadis peranakan asal Surabaya yang menjadi guru di Desa Nongkojajar. Setelah beberapa kali pemuda itu membawa oleh-oleh bunga dari hutan maka pemuda itu mengumpulkan segala keberaniannya untuk melamar gadis itu. Apa yang dia bawa? Engkau tahu, apa yang dia bawa? Dia hanya membawa satu kalimat saja. Tanpa hadiah-hadiah. Tanpa buah-buah. Tanpa kalung. Hanya satu kalimat saja. Begini bunyi kalimat itu, “Saya tidak punya apa-apa, tapi saya punya Tuhan.” Singkat cerita mereka menikah dengan dasar satu kalimat iman.

Ia membimbing aku ke air yang tenang;
Salah satu kelemahan domba ialah dia penakut. Dia takut arus air. Jadi jika gembala menggiring domba ke sebuah sungai, maka domba-domba itu tidak langsung minum air sungai itu. Gembala membendung dulu sungai itu. Mungkin dengan batu yang besar. Air terasa tenang dan tak ada arus. Barulah domba-domba itu bisa minum.

Berulang kali di Alkitab ditulis frasa, “jangan takut”. Frasa itu ada 365 kali. Jadi seakan setiap hari Tuhan memberi manusia vitamin jangan takut. Tuhan sangat mengerti bahwa manusia seringkali takut. Bahkan masuk dalam rencana ilahi pun manusia takut. Malaikat Tuhan nampak kepada Yusuf dalam mimpi dan berkata, “Yusuf anak Daud, janganlah engkau takut mengambil Maria sebagai isterimu, sebab anak yang di dalam kandungannya adalah dari Roh Kudus.” (Matius 1:20).

Ia menyegarkan jiwaku
Bukan hanya apa yang nampak dalam kasat mata saja yang menjadi perhatian dan pekerjaan gembala. Gembala juga peduli dengan apa-apa yang tidak terlihat secara kasat mata. Dia peduli kondisi kejiwaan domba-domba. Yang letih lesu dan berbeban berat diberiNya kelegaan.

Bukankah satu janji mengidupkan seribu pengharapan?
Bukankah satu firman menuntun sepanjang jalan?
Bukankah satu kasih menafkahi sepanjang hidup?
Bukankah satu nyala lilin menggembirakan di tengah pekatnya gelap?
Bukankah satu pintu terbuka sanggup menghapus seribu putus asa?
Bukankah satu kesembuhan menyalakan sejuta semangat hidup?
Bukankah satu tangisan melonggarkan nafas?
Bukankah satu payung melindungi dari ribuan tetes air hujan?
Bukankah satu tangga membuatmu lebih tinggi?
Bukankah satu hadiah membuatmu merasa berharga?
Bukankah satu penjelasan mengurai keruwetan?
Bukankah sepasang telinga membersihkan keruhnya lubuk hati?

Anda bisa menambahkan daftar itu supaya lebih panjang.

Berikut adalah catatan yang beredar di WA saya:

Dollar sudah tembus di angka 14 ribu-an ( Kurs Dollar hari ini. Kamis, 19 November 2015. Kurs BI : 13.718,00/13.856,00). Karena nilai USD yang trendnya melonjak terus terhadap rupiah, maka mulai sekarang sebaiknya jangan pakai bahasa Inggris dulu. Supaya tidak boros.

Nih buktinya…betapa bahasa Inggris bisa merubah dagangan menjadi muahalll

Contohnya:
Kopi item 2.000
Black coffee 15.000

Pijet 30.000
Massage 300.000

Air dingin 500
Cold drink 8.500

Ayam goreng 5.000
Fried Chicken 27.000

Pecel 7.000
Salad with peanut sauce 22.000

Rusun pinggir kali 70 juta
Riverside Apartment 650 juta

Bahkan untuk tanah pemakaman
Tanah kusir 2,5 juta
Sandiego Hill 65 juta

Ada lagi nih,
6 Apel = 12 ribu
Apple 6 = 12 juta

Tuhan adalah gembalaku bagi yang minum kopi item. Tuhan adalah gembalaku bagi yang minum black coffee. Tuhan adalah gembalaku bagi yang membutuhkan 6 apel. Tuhan adalah gembalaku bagi yang membutuhkan Apple 6.

Tuhan adalah gembalaku, tak kan kekurangan aku.
Sungguh dan sesungguhnya, Tuhan adalah gembalaku, tak kan kekurangan aku.

Sumber : artikel.sabda.org

Categories: Renungan

Share Your Valuable Opinions

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.